BAGAIMANA HUKUM KASYAF DAN MIMPI
Tanya Jawab Agama Kasyaf dan mimpi bukanlah sesuatu yang bisa digunakan sebagai dalil secara syariat. Betapa 2 hal ini telah menyesatkan banyak manusia. 1. KASYAF Menurut Syeikh al-Jurjani di dalam kitab Ta’rifat (1178) : Makna kasyaf secara lafadz adalah pengangkatan tabir, sedangkan secara istilah adalah mengetahui sesuatu yang ada di balik tabir berupa makna-makna yang gaib dan perkara-perkara yang berifat hakikat baik secara wujud ataupun penyaksian. Maka tidak boleh menjadikan apa yang diakui oleh manusia atau apa yang dia nukil dari Sebagian ahli kasyaf – tidak boleh dijadikan sebagai dalil syar’i yang dia berhujjah dengannya baik di dalam urusan akidah atau hukum-hukum yang lain. Imam Sya’roni menyebutkan di dalam kitab ath-Thobaqot al-Kubra (1/232): “Bahwasanya di sana terdapat beberapa ahli kasyaf yang kurang”. Syeikh ‘Illisy al-Maliki juga mengatakan di dalam kitab Fathul ‘Aly al-malik (1/45): “Ahli kasyyaf yang shohih termasuk ilmu hakikat”. Dari sini maka jelaslah bahwa terdapat kasyaf yang kurang dan tidak benar, maka bagaimana keduanya dibedakan? dan bagaimana menghukumi berdasar pada keduanya dengan adanya beberapa kemungkinan dan ketidakamanan. Syeikh ‘Illish al-Maliki berkata di dalam kitab Fath al-Aly al-Malik (1/45) “Sudah maklum diketahui setiap orang bahwa hadits tidak menjadi mapan kecuali dengan adanya sanad-sanad, berbeda dengan semisal kasyaf dan cahaya-cahaya hati, maka apa yang diriwayatkan Syeikh Sakhowi dari jama’ah Syeikh Ismail al-Yamani: Jika yang dimaksud adalah keabsahan lafadz, maka perkara tersebut tergantung pada sanad, jika tidak, maka perkataan tersebut dikembalikan kepada siapa yang mengucapkannya sebagaimana aslinya, agama Allah tidak ada penyimpangan di dalamnya, kewalian dan karomah-karomah tidak termasuk dalam hal ini, hanyalah kita kembalikan kepada para pemerhati urusan ini yang arif bijaksana.” Imam asy-Syathibi berkata di dalam kitab al-Muwafaqat: (4/83): “Ketahuilah bahwa Nabi itu dikuatkan dengan ‘ishmah/ penjagaan, didukung dengan mu’jizat yang menunjukkan kebenaran apa yang dia katakan dan keabsahan apa yang dia jelaskan, dan engkau memandang ijtihad yang muncul dari dia -tanpa diragukan lagi- terjaga, adakalanya bahwa ia tidak salah sama sekali, adakalanya pula hal itu tidak ditetapkan sebagai kesalahan jika suatu kefardluan. Maka bagaimana dugaanmu dengan selain nabi? Setiap apa yang dihukumi dengannya atau diberitakan tentangnya dari sumber mimpi dalam tidur atau kasyaf, apakah hal itu sama dengan wahyu yang disampaikan malaikat dari Allah ‘azza wa jalla, sedangkan umatnya, masing-masing dari mereka tidak ma’shum/ terjaga, mereka juga bisa salah, khilaf dan lupa, bisa jadi mimpi tersebut hanyalah mimpi kosong dan kasyafnya adalah tidak nyata, dan jika kebenerannya ia jadi jelas dalam kenyataan dan terbiasa dengan hal itu serta terhalau maka kemungkinan salah dan keraguan adalah tetap dan urusannya ini tadak sah untuk dijadikan hukum, dan juga jika semisal hal ini termasuk dalam penglihatan gaib maka ayat-ayat dan hadits-hadits menunjukkan bahwa hal gaib tidak diketahui kecuali oleh Allah semata sebagaimana dalam hadits berupa sabdanya SAW : (pada 5 hal yang tidak diketahui kecuali hanya oleh Allah kemudian beliau membaca : (Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan… ) QS Luqman: 34. Allah ta’alaa berfirman dalam ayat lain: (Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia…) QS. Al An’am: 59. Dalam hal ini para rasul dikecualikan sebagaimana disebut dalam ayat lain : (Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya…) QS. Jin 26-27. Maka tetaplah orang yang selain mereka masuk dalam hukum pertama yaitu tidak mengetahuinya Imam asy-Syathibi sungguh telah menjawab: itulah dari apa digunakan dalil oleh sebagian manusia berkenaan dengan hujjah dengan kasyaf. Maka jika kau mau, jadikanlah hal itu sebagai rujukanl. MIMPI Adapun mimpi ialah apa yang dilihat manusia di dalam tidurnya. Al-Faqih Imam Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan di dalam kitab al-Minhaj al-Qawim hal 368 “Tidaklah dianggap perkataan orang yang mengatakan: Nabi SAW mengabariku bahwa besok masuk bulan Ramadhan”, maka secara Ijma’ tidak boleh mengamalkan dengan hasil mimpinya baik itu berkenaan dengan masalah puasa ataupun masalah lain. Sekelompok ulama telah menjelaskan hal itu juga, diantara mereka ada Syeikh Zakaria al-Anshari di dalam kitab Asnaa al-Mathalib syarh raudhi tholib (1/410), al-‘Allamah asy-Syarbini di dalam kitab al-Iqna’ (1/216) dan di dalam kitab Mughi al-Muhtaj dan selain beliau berdua. Imam an-Nawawi berkata di dalam kitab Majmu Syarh al-Muhadzab (6/281) (far’) Andaikan saat itu adalah malam ke-30 dari bulan Sya’ban sedangkan manusia tidak ada yang melihat hilal, lantas ada satu orang yang bermimpi melihat Nabi Muhammad SAW dan beliau SAW berkata kepadanya: “malam ini adalah awal bulan Ramadhan”, maka tidak sah berpuasa dengan berdasar pada mimpi ini, baik bagi orang yang bermimpi tersebut maupun orang lain. Disebutkan oleh al-Qadhi Husein di dalam kitab al-Fatawaa dan disebutkan pula oleh ulama lain dari Ashhab kita, dan dinukil oleh al-Qadhi ‘Iyadl Ijma’ atas hal itu, dan sungguh telah aku menjelaskan hal itu dengan menyebutkan dalil-dalilnya di dalam awal syarh Shahih Muslim dan mukhtasharnya bahwa syarat rawi, orang yang mengabarkan, dan orang yang menyaksikan, hendaknya mereka semua dalam keadaan sadar/terjaga tatkala menerima berita. Dan ini merupakan perkara yang disepakati (ijmak) para ulama. Dan tentunya pada tidur tidak ada sikap terjaga dan juga tidak ada sifat ad-dobth, maka ditinggalkannya mengamalkan mimpi ini, dikarenakan ketidakberesan dhobth sang perawi, bukan karena keraguan terhadap mimpinya. Di sana terdapat sekelompok pembohong, perusak, atau orang-orang yang urusannya bercampuraduk atau orang yang hidup dengan hayalan atau yang semisal mereka secara dusta berhujjah dengan kasyaf atau mimpi yang mereka tidak mengalami dan merasakannya, dengan hal tersebut mereka menyesatkan manusia dari hakikat-hakikat. Maka seyogyanya tidak memperhatikan kebohongan-kebohongan mereka, tidak percaya dengan perkataan-perkataan mereka. Taufiq berada di kekuasaan Allah SWT. Refrensi الكشف والرؤيا المنامية ليست مما يجوز الاحتجاج به شرعاً وكم أضلت هاتان القضيتان من أناس 1- الكشف: قال الجرجاني في “التعريفات” (1178) : (الكشف في اللفظ : رفع الحجاب ، وفي الاصطلاح: هو الإطلاع على ما وراء الحجاب من المعاني الغيبية والأمور الحقيقية وجوداً وشهوداً) . فلا يجوز أن يجعل ما يدَّعيه الإنسان أو ما ينقله عن بعض أهل الكشف دليلاً شرعياً يحتج به في العقائد أو غيرها من الأحكام . وذكر الشعراني في “الطبقات الكبرى” (1/232) : ( أن هناك أصحاب كشف ناقص ) وقال الشيخ عليش المالكي في “فتح العلي المالك” (1/45) : [أَهْلُ الْكَشْفِ الصَّحِيحِ مِنْ
BAGAIMANA HUKUM KASYAF DAN MIMPI Read More »